Rabu, 13 Oktober 2010

KPH RANDUBLATUNG SIAP TANAM STEK PUCUK JATI


KPH RANDUBLATUNG:

SIAP TANAM STEK PUCUK JATI PLUS PERHUTANI

Tanaman jati dengan sistim stek pucuk diharapkan bisa membawa angin segar bagi Perhutani, harapan tersebut akan terlihat nyata jika perlakuan stek pucuk sesuai dengan aturan yang ada dalam koridor panca usaha penanaman .
Pertumbuhan stek pucuk tersebut tidak serta merta jadi janggleng jati yang bongsor dan lurus, namun pertumbuhan tersebut tentunya diawali dari proses pembuatan stek pucuk yang selama ini jadi unggulan Perhutani Jati merupakan salah satu jenis komoditi perdagangan yang mempunyai nilai jual yang cukup tinggi ,sehingga permintaan akan kayu jati tersebut dari tahun ketahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi seiring dengan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Secara umum daur (umur) jati yang lama hal ini kadang yang menjadi kendala dalam budidaya tanaman jati satu sisi permintaan akan kayu jati yang tinggi , disisi lain umur tanaman tersebut yang relatif lama, sehingga menjadi masalah tersendiri terhadap pemenuhan kebutuhan akan kayu jati. Menyikapi hal tersebut Perhutani saat ini telah berhasil mengembangkan varian baru tanaman jati melalui pengembang biakan secara vegetatif yang dikenal dengan Jati Plus Perhutani dengan tujuan utama yaitu menciptakan klon baru yang mampu menghasilkan produktivitas serta kualitas tegakan yang optimal, dari varian ini diharapkan bisa menyibak tuntutan ekonomi Perusahaan yaitu memperoleh laba yang tinggi dengan waktu penanaman yang relatif pendek (+20 tahun ), dengan daur pendek tersebut tentunya diharapkan bisa memenuhi kebutuhan keuangan bagi perusahaan, dan disisi lain kelestarian hutan tetap bisa terjaga.
Dengan adanya instruksi penanaman pola silvikultur intensif oleh Pemerintah jauh hari sebelum program tersebut diluncurkan, Perhutani telah melakukan inovasi dibidang pemuliaan pohon tersebut yang dikenal dengan naman JPP ( Jati Plus Perhutani ) yang dikembangkan melalui dua cara yaitu pembiakan secara generatif melalui penanaman dari biji, maupun vegetatif dengan cara stek pucuk dan kultur jaringan, pembiakan vegetatif diminati karena sifat genetik yang dihasilkan dari pohon induknya tidak akan melenceng terlalu jauh. Pengelolaan hutan tanaman jati dengan penerapan silvikultur intensif akan berhasil apabila dipenuhi beberapa syarat yang dikenal dengan panca usaha penanaman yang terdiri dari Penyediaan Bibit Unggul, bibit unggul ini yang digunakan adalah hasil dari seleksi dengan Kriteria bibit baik,tinggi minimal 20 cm, batang lurus, leher akarnya sudah meng –kayu , tidak muntir, sehat serta media tanahnya sudah kompak, Perhitungan untuk bibit JPP ini sebanyak 970 plances per hektarnya dan ini sudah diperhitungkan dengan sulaman sebanyak 10 % untuk tahun tanam pertama.Selain itu perlakuan lapangan yang perlu diperhatikan adalah apabila bibit dipesemaian apabila dijumpai akar yang sudah menembus kantong plastik maka dilakukan pemotongan saat masih dipesemaian, minimal 1 bulan sebelum dilakukan penanaman dikawasan hutan. Hal lain yang masih terkait dengan panca usaha penanaman adalah Persiapan lapangan, persiapan lapangan tersebut meliputi penentuan batas tanaman, pembersihan lapangan, pengolahan tanah (gebrus), pembuatan parit pembuatan jalan pemeriksaan untuk melakukan pengawasan, pemasangan acir , pembuatn lubang tanam dengan ukuran 40cmX40Cm X 30 Cm serta pemupukan yang disusuaikan dengan dosis yang berlaku untuk tanaman silin, persiapan ini dilakukan jauh hari secara matang sebelum tanaman JPP ditanam dilapangan. Perlakuan selanjutnya adalah Pemeliharaan tanaman, tanaman jati akan tumbuh baik apabila dilakukan pemeliharaan seperti halnya bididaya tanaman lain, pemeliharaan ini dilakukan mulai dari awal pada saat jati berumur 0 s/d 5 tahun merupakan masa pertumbuhan awal yang harus mendapatkan perhatian secara serius, pemeliharaan ini bertujuan untuk menambah nutrisi yang diperlukan oleh tanaman melalui pendangiran dan pemupukan serta membebaskan tanaman jati dari gulma yang mengganggu tanaman pokok dengan cara dilakukan pendangiran , wiwil dan sebaginya sehingga diperoleh batang pohon yang lurus, bahkan kalau ada tanaman yang mati karena faktor alam yang ekstrim perlu juga dilakukan penyulaman. Tahap berikutnya adalah Pemupukan, pemupukan ini dilakukan untuk mengantisipasi penurunan kualitas tanah didalam kawasan hutan akibat adanya erosi juga diakibatkan karena adanya biomassa tanaman tumpang sari yang tidak kembali kelahan pada plot tanaman yang ditumpang sari dengan kacang tanah misalnya, berdasarkan perhitungan sekali panen pada kahan tersebut menghasilkan rata – rata 4,7 – 6,6 ton per hektarnya, secara logika dengan adanya penanaman secara tumpang sari tersebut akan mengurangi sediaan unsur hara didalam hutan, apalagi jika penanaman tumpangsari tersebut dilakukan sejak mulai tanaman diteres selama kurang lebih 3 tahun , bisa dikalkulasi berapa unsur hara yang telah terserap akibat tanaman tumpang sari tersebut yang tentunya juga akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman jati muda yang baru ditanam, pemupukan sesuai dengan Petunjuk Teknis pembangunan dan Pemeliharaan Perhutanan Klon JPP dilakukan secara bertahap, tahap pertama dilakukan setelah penanaman selesai semua dengan menggunakan urea 50 gram / pohon, pemupukan ini dilakukan satu bulan setelah bibit ditanam dimana sebelum ditaburkan pupuk dilakukan pendangiran piringan dengan diameter 1 meter dengan tujuan untuk memperbaiki drainase dan aerasi tanah.pemberian pupuk dilakukan dengan jarak 20 – 25 Cm dari tanaman pokok dengan kedalaman 10 cm, sedangkan penaburan pupuk ditempatkan pada sebelah timur dan barat tanaman pokok lalu lubang tempat pupuk tersebut ditutup kembali dengan tujuan agar pupuk cepat terserap oleh akar dan mengurangi hilangnya pupuk akibat curah hujan yang ada .Pemupukan tahap kedua dilakukan pada tahun kedua sampai tahun kelima sebanyak 2 kali dalam satu tahun yaitu pada bulan November – Desember serta bulan Februari – maret dengan dosis Urea 100 gram atau dengan pupuk NPK sebanyak 150 gram perpohonnya. Dengan perlakuan sama dengan pemupukan pertama
Tahun Dosis pupuk Waktu Pemberian Keterangan
1 Urea 50 Gram Februari Satu bulan setelah tanam
Urea 50 Gram November
2 Urea 100 Gram Februari
Urea 100 Gram November
3 Urea 100 Gram Februari
Urea 100 Gram November
4 Urea 100 Gram Februari
Urea 100 Gram November
5 Urea 100 Gram Februari
Urea 100 Gram November

Perlindungan Tamanan, Perlindungan tanaman muda untuk tanaman jati mutlak dilakukan , hal ini untuk menghindari adanya penggembalaan liar, pencurian, perambahan, perempesan daun, kebakaran tanaman muda , perencekan serta serangan hama penyakit. Upaya yang dilakukan perusahaan untuk melakukan perlindungan dari berbagai hal diatas adalah dengan cara membuat pagar tanaman dari jenis tanaman berduri secang (Caesalpinia sappan L) serta tanaman tepi mahoni (Swietenia mahagoni) sebagai sekat bakar , tanaman sela Kemlanding (Luecaena glauca) dan tamanan Pengisi Kesambi (Schleichera oleosa ). Sedangkan penyakit yang timbul pada lokasi tanaman muda biasanya adalah mati pucuk, kematian tanaman akibat mati pucuk ini umumnya terjadi pada kondisi tanah yang mengalami drainase jelek, solum tanahnya tipis, unsur hara sedikit serta mengalami pemadatan top soil akibat penggembalaan liar, mati pucuk juga bisa diakibatkan adanya serangan hama penggerek pucuk (ulat) tanaman jati yang menyerang pada bagian batang (25cm) dari pucuk pohondengan cara membuat lubang yang kemudian menyerang empulur sehingga mengakibatkan tanaman layu dan mati. Serangan ulat penggerek ini biasanya pada bulan Maret – Mei pada saat tanaman jati berumur 1 – 2 tahun. Perlakuan pada pohon jati yang mati akibat penyakit layu tesebut adalah dengan cara dicabut lalu disulam dengan klon yang sama
Sedangkan untuk memantau keberhasilan tanaman jati asal stek pucuk ini oleh Perum Perhutani Unit I telah diterbitkan Kartu Mehuju Sehat ( KMS ) tanaman jati dengan
SK Direrksi no.172/KPTS/Dir/2010 tanggal 4 Februari 2010 tentang Pedoman Pembuatan dan Pemeliharaan tanaman Jati Plus Perhutani

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda