Rabu, 24 Februari 2010


KPH RANDUBLATUNG KEMBANGKAN TEMULAWAK

Paham Kembali ke Alam (Back to Nature) yang telah merata di kalangan masyarakat mampu mengangkat citra tanaman obat – obatan dikawasan hutan ( empon – empon) yang pada decade sebelumnya seakan terabaikan , hal tersebut karena tergilas dengan desakan produk obat – obatan berbahan baku asal pabrikan.

Salah satu komoditas yang baru di terapkan di KPH randublatung dua tahun silam adalah tanaman empon – empon jenis temulawak (Curcuma Xanthoryza ) yang ditanam dibawah tegakan hutan tua. Melalui pemberdayaan masyarakat desa hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarajkat Desa Hutan ( LMDH ) tanaman empon – empon mulai dikemdbangkan di beberapa wilayah desa hutan yang ada di KPH Randublatung yang terdiri dari Kunyit putih, temulawak, Porang dan sebagainya.

Tanaman empon – empon yang ada di wilayah hutan KPH Randublatung dan telah dibudidayakan di beberapa tempat seluas + 30 Ha terdiri dari porang, kunyit dan temulawak. Sebetulnya masih banyak lagi jenis tanaman obat – obatan yang belum tersentuh dari sisi bisnis hal tersebut karena keterbatasan pasar serta kurangnya pemahaman masyarakat tentang fungi dan kegunaan tanaman tersebut. Beranjak dari pengalaman tersebut LMDH, Perhutani KPH Randublatung serta Balai Penelitian tanaman obat dan aromatic bahu membahu melakukan budidaya tanaman temulawak secara intensif dan terpadu di wilayah hutan . Budidaya tanaman tersebut bukan untuk mengikuti trend kembali kea lam , namun budidaya tanaman ini telah melalui penelitian yang serius baik dari segi penanaman, pengolahan pasca panen hingga peluang pasar yang akan diciptakan untuk jenis komoditi empon – empon , sehingga hasil panenan tanaman tersebut tidak menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomi rendah. Bak gaung bersambut dengan adanya budidaya tanaman temulawak tersebut, Balai Besar Mekanisasi Pertanian juga memberikan bantuan berupa peralatan pengolahan tanaman temulawak sehingga hasil panen nantinya bukan berupa rimpang , namun telah berbentuk irisan (simplisia) yang bisa dikatakan siap untuk diolah dalam skala pabrikan. Penanganan pasca panen temulawak oleh salah satu LMDH juga telah mampu membuat dan memasarkan sari temulawak berupa minuman instant serta serbuk instant, inovasi ini walaupun masih dalam skala industri rumah tangga, namun cara pembuatan dan pengolahan dibawah bimbingan Ballitro sehingga produk yang dihasilkan bisa dipertanggungjawabkan.


TEMU LAPANG DPRD JAWA TENGAH DENGAN LMDH DI KPH RANDUBLATUNG

Sejumlah 17 anggota Dewan Perwakilan Propinsi Jawa Tengah dari Komisi B melakukan kunjungan kerja di Perhutani KPH Randublatung, dengan agenda utama tentang sistim Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ( PHBM ) yang ada di KPH Randublatung, dimana dalam sistim tersebut keterlibatan multi stake holder amat sangat dibutuhkan untuk membawa PHBM bersama dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) kearah yang lebih baik.
Administratur Perum Perhutani KPH Randublatung Ir.Ahmad Ibrahim Msc, mengatakan sistim PHBM yang telah berjalan di KPH Randublatung dianggap telah mampu mewakili keberpihakan Perhutani dalam ikut membangun masyarakat desa hutan , baik melalui pemberdayaan dalam kultur sosial maupun ekonomi masyarakat ,dapat pula dikatakan bahwa melalui sistim PHBM ini Perhutani bersama masyarakat desa hutan bisa disebut sebagai agen pembaharuan dalam pengelolaan hutan masa depan kondisi tersebut terpotret dalam data kami bahwa wilayah kerja Perhutani KPH Randublatung seluas 32.464,1 Ha mempunyai Desa hutan sebanyak 34 Desa hutan yang kesemuanya telah melakukan kerjasama dengan Perhutani dengan sistim PHBM , Sedangkan pola interaksi mereka terhadap kawasan hutan dapat dibagi menjadi dua bidang yaitu kegiatan didalam kawasan hutan berupa pengoptimalanan pemanfaatan lahan untuk kegiatan pertanian yang berada dibawah tegakan hutan, serta kegiatan lain baik melalui kerjasama pengamanan hutan, melakukan penanaman pada tanaman tumpangsari serta terlibat pula dalam proses tebangan hasil hutan. Sedangkan kegiatan diluar kawasan masyarakat yang tergabung dalam LMDH juga diberikan motivasi serta inovasi usaha dengan modal dari perolehan sharing produksi untuk kegiatan ekonomis produktif lain, dan langkah ini ternyata bisa memberikan lapangan kerja baru untuk tingkat Pedesaan kata Ahmad Ibrahim.
Disisi lain keterlibatan multi pihak dalam sistim pengelolaan hutan bersama masyarakat ini juga diberikan akses yang seluas – luasnya, hal ini karena dengan melibatkan berbagai pihak tentunya diharapkan akan bisa memberikan nilai tambah serta mampu memacu pola pikir masyarakat untuk lebih bisa bergairah melalui PHBM tersebut,lanjut Ahmad Ibrahim. Output dari keterlibatan tersebut adalah dengan adanya sistim Teknologi terapan mengenai budidaya tanaman empon – empon yang dilakukan didalam kawasan hutan, serta pengolahan pasca panen tanaman tersebut yang diprakarsai oleh Ballitro Bogor dan Balai Besar Mekanisasi Pertanian Jakarta, bisa dikatakan keterlibatan multi stake holder ini seperti simbiosis mutualisme dimana masing – masing pihak punya kepentingan yang saling menguntungkan.Dari kerjasama tersebut ada beberapa LMDH yang telah menerapkan teknologi terapan tersebut yang tentunya aktivitas tersebut disesuaikan dengan kondisi lahan pada masing – masing pangkuan desa hutan.
Dengan keterlibatan multi pihak tersebut, menunjukkan bahwa sistim PHBM yang dilakukan oleh Perhutani di KPH Randublatung telah mampu merasuki pola pikir masyarakat desa hutan untuk lebih ber interaksi dengan sumberdaya hutan berupa lahan yang bisa dikerjasamakan dengan Perhutani untuk meningkatkan pendapatan mereka serta meningkatkan taraf hidupnya. Sedangkan peran Pemerintah daerah dalam sistim PHBM ini selain sebagai mediator juga sekaligus sebagai pengumpan inisiatif utamanya dalam bidang pertanian serta pengolahan pasca panen hasil pertanian, sehingga semua yang telah dilakukan oleh Perhutani selama ini melalui PHBM akan lebih berhasil dan bermanfaat bagi semua. Sedangkan muara dari adanya sistim PHBM tersebut adalah Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera. Salah satu indikasi keberhasilan PHBM dalam suatu wilayah adalah adanya penurunan nilai kerugian akibat pencurian pohon , hal tersebut karena masysarakat desa hutan telah sadar dan memahami bahwa hutan yang masuk kedalam wilayah pangkuan desanya adalah merupakan asset yang harus dijaga dan dipertahankan kelestariannya