Senin, 11 Mei 2009


BELAJAR DAN BERKARYA
Anggota Saka Wanabakti Pangkalan Khusus Randublatung belajar membuat persemaian disalah satu lokasi persemaian milik Perhutani KPH Randublatung yang dipandu oleh kak Sujarwo dari BKPH Beran


KESEPAKATAN LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN DAN PERUM PERHUTANI

Kerjasama pengelolaan hutan antara Perum Perhutani dan Lembaga masyarakat desa hutan ( LMDH ) selama ini telah mampu memberikan perubahan yang cukup signifikan bagi masyarakat desa hutan baik segi sosial dan ekonomi.
Kesepakatan yang dibuat oleh paguyuban LMDH tersebut untuk memberikan feed back kepada Perhutani KPH Randublatung, karena telah memberikan kesempatan kepada LMDH untuk berkiprah dalam ikut memanfaatkan kawasan hutan sebagai sarana interaksi terhadap masyarakat desa hutan. Ada beberapa kesepakatan yang berhasil dicapai yaitu seluruh LMDH bertekad untuk lebih berperan aktif dalam pengelolaan sumberdaya hutan di wilayah pangkuan masing-masing, bekerjasama sepenuhnya dengan Perum Perhutani maupun pihak-pihak yang berkepentingan lainnya peran aktif tersebut lebih ditekankan pada upaya mengamankan potensi sumberdaya hutan yang masih ada baik berumur muda maupun tua, agar terbebas dari berbagai gangguan, demikian pula peran aktif untuk membangun kembali potensi hutan yang rusak melalui upaya penanaman kembali.
Tekad ini merupakan respon atas hak-hak LMDH berupa bagi hasil produksi yang telah dengan konsekuen diberikan oleh Perhutani. Sedangkan penggunaan dana sharing yang diperoleh oleh masing – masing LMDH tidak sama besarannya hal tersebut tergantung pada potensi desa pangkuan hutan yang dimiliki ,untuk tidak menimbulkan kecemburuan social pada LMDH yang belum / kurang memiliki potensi hutan yang besar maka diambil jalan tengah dengan cara memberikan subsidi silang dari hasil penerimaan sharing ,hal tersebut untuk menjaga agar nilai bagi hasil yang diterima tersebut dapat dimanfaatkan secara efektif, efisien dan produktif untuk kemakmuran masyarakat desa hutan, besaran proporsi penggunaan dana sharing PHBM produksi kayu tahun 2008 untuk LMDH yang mendapatkan sharing Rp.25.000.000,- sampai dengan Rp.100.000.000,- berkewajiban memberikan subsidi silang sebesar 5%, sedangkan bagi LMDH yang memperoleh sharing Rp.100.000.000,- keatas berkewajiban mamberikan subsidi silang sebesar 10% hal ini bertujuan untuk meng inovasi LMDH lain yang belum memperoleh dana sharing dari kerjasama pengelolaan hutan dengan Perum Perhutani.
Penggunaan dana sharing lainnya adalah untuk usaha produktif LMDH sebesar 30%, Operasional LMDH sebesar 15%, Keterlibatan dalam kawasan hutan berupa penanganan kebakaran hutan, penggembalaan liar, perburuan satwa,penanganan situs, pemberian reward pesanggem, penanganan tanaman rusak, bantuan bibit, dan penanganan lingkungn 15 %, Pengembangan Hutan Rakyat yang pelaksanaannya bekerjasama dengan masing – masing BKPH sebesar 5%, dana sosial pembangunan masjid,bantuan kematian, kesehatan, kepemudaan, dan kegiatan sosial desa lain berupa sebesar 10% dan kontribusi terhadap pihak lain ( Organisasi LMDH ) sebesar 10% .Dari kesepakatan penggunaan dana sharing tersebut diharapkan dinamika pedesaan akan berkembang karena adanya bantuan dari perum Perhutani KPH Randublatung .


PELATIHAN TEBANGAN

Menghadapi musim tebangan tahun 2009 jajaran Perhutani KPH Randublatung mengadakan pelatihaan tebangan bagi mandor tebang yang dilakukan di petak 20 RPH Banyuurip,BKPH Banyuurip. Adapun pelatihan tersebt bertujuan untuk menyamakan persepsi mengenai mutu dan jumlah perolehan pembagian batang .
Pelatihan tebangan tersebut setiap tahun dilakukan pada KPH yang mempunyai produksi kayu jati, hal init dilakukan karena dalam setiap tahun permintaan pasar akan jumlah dan mutu kayu selalu berubah disesuaikan dengan kondsi pasar yang berlaku. Pelaku pasar bisa saja berubah karena mereka juga dittuntut untuk memenuhi selera para pengguna, sementara dsisi lain Perhutani sebagai satu – satunya penghasil kayu jati dijawa juga dituntut untuk lebih cermat dalam menyedikan kayu – kayu gelondong yang dibutuhkan oleh industri, sementara potensinya sumber daya hutan semakin menurun.
“Dalam pelaksanaan pekerjaan tebangan tersebut ada semacam aturan main yang tidak bisa ditinggalkan oleh pelaksana lapangan yaitu mengutamakan status ( penggolongan mutu) kayu mulai dari status Vineer, Hara baru menurun ke industri dan lokal, hal tersebut bertujuan agar dalam satu pohon /tegakan jati yang ditebang bisa menghasilkan output berupa potongan – potongan kayu jati yang betul sesuai dengan kualitas yang baik serta ukuran panjang yang sesuai dengan kebutuhan pasar”, hal tersebut dikatakan oleh Administratur Perhutani KPH Randublatung Ir Hari Priyanto Msc saat memberikan arahan lapangan kepada para peserta, dan nilai tambah dari sebatang pohon yang dijadikan potongan sesuai ukuran dan mutu yang sesuai tersebut akan muncul apabila para mandor tebang menguasai pekerjaan yang diembannya. Kata Ir Hari Priyanto.
Arahan teknis juga diberikan oleh Kepala Seksi Pengawas Pengujian hasil hutan Soedahlan yang memimpin langsung pelatihan tebangan dan CoC di KPH Randublatung tersebut. “Mandor tebang dalam melakukan pekerjaannya harus berpedoman pada KSS PRIOBAGI PENA dan ini sudah menjadi acuan Perhutani dalam melakukan tebangan kayu jati, karena dari patokan tersebut bisa dimonitor apakah dari sebatang pohon yang ditebang tersebut bisa menghasilkan potongan kayu dengan kualitas Vineer, hara , Industri maupun kualitas yag dibawahnya, disisi lain dengan penerapan KSSPRIOBAGIPENA tersebut juga dapat diketahui sortimen kayu mulai dari ukuran AIII (diameter 30 Cm keatas) AII (diameter 22 – 28 cm ) atau AI ( diameter 4-19 cm keatas) sedangkan sisanya berupa cabang dan rantingnya bisa menghasilkan kayu bakar,jelasnya.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pemungutan hasil hutan kayu tersebut adalah pembagian batang (deel) yang teliti dengan maksud untuk mencari kualitas dan ukuran yang laku dipasaran, yang tak kalah penting jelas Dahlan adalah penandaan pada bontos kayu serta penandaan pada tunggak bekas tebangan agar dilakukan secara rapi dan jelas penulisannya dari sisi administrasi tebanganpun juga perlu dilakukan secara tertib mulai dari taksasi hasil tebangan sampai dengan pengiriman di TPK , hal tersebut agar sewaktu –waktu dilakukan pelacakan asal usul kayu jati yang dihasilkan oleh Perhutani bisa cepat terdeteksi apalagi KPH randublatung sudah menerapkan sistim Pengelolaan hutan lestari sehingga semuanya sudah tersistim dengan baik jelasnya.